[Kemerdekaan Yang Sempurna: ح ر ت م ]
Oleh : Muhammad Syis Al-Andoneisy
Ingin kusampaikain sedikit pesan. Sejarah perjuangan kaum Ulama dan Santri Tambakberas dalam melawan kolonialisme Belanda & kekejaman Eksploitasi penjajahan Jepang.
Masih dalam ingatan. Waktu saya pribadi sempat sumampir kawruh ngilmu dipesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Dulu cikal bakal pesantren ini bernama Pondok Selawe; konon karena santrinya berjumlah dua puluh lima / disebut juga pondok telu, alasan mendasarnya bahwa nama pesantren ini lekat dengan kondisi geografis-sosiokultural tanah Jawa. Saya masih ingat, faham betul dimana Kyai - kyai Khos pernah menimba ilmu dipesantren ini. Seperti halnya Hadratus Syekh Hasyim Asy - Syari dan Gus Dur: Cucunya dan juga ada keterkaintan silsilah durriyah pesantren - pesantren besar Jombang yaitu Tambakberas, Tebuireng dan Denanyar . Dalam hal ini saya pribadi menyebudnya Trilogi Pesantren an Nahdliyah. Dari sinilah muncul Nahdlatul Ulama dan kaum Ulama - Santri yang banyak ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan NKRI.
Di Menara Masjid Bahrul Ulum. Terdapat tulisan yang sangat mistisik (sakral; suci). Saya menyebutnya seperti itu. Alasannya ?. Entahlah, seperti itu saja.
Konon, Pada waktu itu KH Chasbullah Sa’id Tambakberas Jombang (Ayahanda KH Abdul Wahab Chasbullah; Motorik Nahdlatul Ulama). Setelah melakukan tirakat dan riyadlah yang cukup panjang, Mbah Chasbullah meninggalkan tulisan pendek yang ditutupi dengan kain satir di menara Masjid Pondok Induk (Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas Jombang). Menjelang wafatnya, Mbah Chasbullah memberikan pesan pada salah seorang santrinya: “Lek misale aku mati, omongno nang Wahab kongkon buka tulisan nak menara tahun 1948 ". (kalau misalnya aku sudah meninggal, katakan pada Wahab untuk membuka tulisan di menara tahun 1948 ). Setelah menyampaikan pesan itu, beberapa bulan Mbah Chasbullah wafat.
Maka sesuai dengan pesan Abahnya, KH Abdul Wahab Chasbullah membuka isi pesan itu pada 1948. Proses membuka isi pesan itu diiringi dengan pembacaan shalawat burdah yang diikuti juga oleh segenap santrinya. Ternyata isi pesan Mbah Chasbullah sangat singkat, yakni tulisan: حر تم (hurrun tammun, artinya kemerdekaan yang sempurna). Dan ternyata tahun 1948, kemerdekaan Indonesia sudah diakui oleh dunia dan agresi militer Belanda juga sudah sukses dipukul mundur.
Usaha riyadlah dan tirakat dalam mendukung kemerdekaan sejati itu selalu dilakukan oleh Mbah Chasbullah dengan menyuruh santrinya i’tikaf dan membaca amalan shalwat burdah selama sehari penuh. Sedangkan Mbah Chasbullah memilih berdoa dan riyadlah di rumahnya dengan khusyu’ penuh harapan.
Do'a dan salam takzim semoga selalu kita curahkan kepada Ulama, Kyai dan Guru-guru kita. Al fatihah....
و الله اعلم بالصو ب
Catatan : Diambil dr berbagi sumber.
Komentar
Posting Komentar