BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada akhir tahun 70-an dunia diguncangkan oleh sebuah revolusi yang
digerakkan oleh seorang ulama. Republik Iran yang begitu kuat di bawah
kepemimpinan Syah akhirnya harus tumbang melalui perjuangan panjang ulama
tersebut. Ulama itu, tak lain adalah Imam Khomeini, seorang sufi, teolog,
fakih, filosof dan sekaligus politikus. Seorang pribadi besar, yang kokoh dalam
pendirian dan keteguhan perjuangan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tanpa
mengenal putus asa.
Ayatullah
Khomeini lahir di Khomein. Khomein, merupakan dusun yang berada di Iran tengah.
Keluarga Khomeini adalah keluarga Sayyid Musawi, keturunan Nabi melalui jalur
Imam ketujuh Syi’ah, Imam Musa Al-Kazhim. Mereka berasal dari
Neysyabur, Iran timur laut. Pada awal abad kedelapan belas, keluarga
ini bermigrasi ke India, dan mukim di kota kecil Kintur di dekat Lucknow di
kerajaan Qudh, yang penguasanya adalah pengikut Syi’ah Dua Belas Imam. Kakek
Sayed Ruhullah Khomeini yang bernama Sayyid Ahmad Musawi Hindi, lahir di Kintur
. Keluarga kakeknya adalah keluarga ulama terkemuka, Mir Hamed Husein Hindi
Neysyaburi, yang karyanya, Abaqat Al-Anwar, jadi kebanggan Syi’ah
India.
Mulanya Imam
Khomeini adalah seorang filsofot-‘arif dari Iran abad ketujuh
belas. Nama aslinya adalah Shadr Al-Din Muhammad ibn Ibrahim Al-Syirazi. Beliau
biasa dipanggil Mulla Shadra. Ayatullah Khomeini dikenal luas lewat torinya tentang
empat perjalanan (al-ashfar al-arba’ah). Menurut teori ini, perjalanan
manusia paripurna dalam kehiupan ini terdiri dari empat tahap. Pertama,
perjalanan dari alam ciptaan menuju Allah. Kedua, perjalanan demi
Allah. Ketiga, perjalanan kembali dari Allah menuju ciptaan, kali
ini bersama Allah. Dan terakhir, keempat, perjalanan dalam ciptaan
bersama Allah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana biografi imam khomeini?
2. Seperti apa pemikiran-pemikiran imam khomeini?
3. Siapa saja nama guru-guru dan murid-murid imam
khomeini?
4. Apa saja karya-karya imam khomeini?
5. Apa pengaruh pemikiran Imam Khomeini?
C. TUJUAN
PERUMUSAN
1.
Untuk mengetahui bagaimana biografi imam khomeini.
2.
Untuk mengetahui seperti apa pemikiran-pemikiran imam
khomeini.
3.
Untuk mengetahui siapa saja nama guru-guru dan
murid-murid imam khomeini.
4.
Untuk mengetahui apa saja karya-karya imam khomeini.
5. Untuk mengetahui pengaruh pemikiran Imam
Khomeini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI IMAM
KHOMEINI
Ayatullah al-Uzma Sayyid
Ruhullah Al-Musavi Imam Khomeini lahir di Khumyn pada tanggal 24 September 1902
(20 Jamadi-al Tahni 1320 H), bertepatan dengan hari ulang tahun Hazrat Fatimah,
putri Nabi Muhammad SAW dan Istri Ali bin Abi Thalib (Imam Syi’ah Pertama). Khomein adalah dusun yang berada dekat Isfahan, di
Iran Tengah sekitar 300 kilometer selatan Teheran.
Keluarga Khomeini adalah keluarga Sayyid
al-Musawi, keturunan Nabi SAW melalui jalur Imam Musa al-Kadzim as. Mereka
berasal dari Nishapur, Iran Timur Laut. Pada awal abad ke-18, keluarga ini
bermigrasi ke India, dan bermukim di kota kecil Kintur, di dekat Lucknow di
Kerajaan Ayuddah (Qudh). Kakek Imam Khomeini, yang bernama Sayyid Ahmad
al-Musawi al-Hindi, lahir di Kintur. Keluarga kakeknya adalah keluarga ulama
terkemuka, Mir Hamed Husein Hindi Nishapur, yang karyanya, Abaqat al Anwar,
menjadi kebanggan umat Islam di India. Sayyid Ahmad meninggalkan India pada
sekitar tahun 1830 untuk berziarah ke kota suci Najaf, Irak. Di Najaf, ia
bertemu seorang saudagar terkemuka dari Khomein. Menerima undangan sang
saudagar, Sayyid Ahmad lalu pergi ke Khomein untuk menjadi pembimbing spiritual
di dusun itu.
Di Khomein, Sayyid Ahmad menikah dengan Sakinah,
pasangan ini dikaruniai empat anak, antara lain Sayyid Mustafa, yang lahir pada
tahun 1856. Sayyid Mustafa belajar di Najaf, dibawah bimbingan Mirza Hasan
Syirazi. Kemudian pada tahun 1894, ia kembali ke Khomein, di sana ia menjadi
ulama dan dikaruniai enam anak. Imam Khomeini adalah yang bungsu. Ketika Imam
masih berusia sembilan bulan tepatnya pada tahun 1903, ayah Imam Khomeini
meninggal dunia. Kabarnya, Sayyid Musthafa dibunuh karena menentang Dinasti
Qajar yang berkuasa dari tahun 1796-1926.
B. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN
IMAM KHOMEINI
1.
Pemikiran Politik Islam Ayatullah
Khomeini
Khomeini mulai kritis mengenai persoalan etika sebagai respon
terhadap modernisasi dan sekulerisasi Iran oleh Reza Syah Pahlevi pada sekitar
tahun 1930-an. Pada tahun 1941, saat Syah Reza terpaksa turun tahta, Khomeini
memandangnya sebagai akhir dari serangan ideologis dan kultural Barat, dan ia
menganjurkan kekuasaan negara berbentuk ulama bersatu untuk mensiasati keadaan
ini. Menurutnya, ulama merupakan mereka yang menghasilkan
konstitusi dan menjamin kebebasan untuk menyatakan pendapat. Khomeini dengan
tegas menjelaskan bahwa penghinaan terhadap ulama sama saja dengan penghinaan
terhadap Islam.
Pada saat ingin mengembangkan
pemikirannya tersebut, Khomeini sempat ditahan di penjara karena ia dituduh
sebagai provokator utama yang berunjuk rasa anti Syah Reza. Namun, ia tetap
menyebarluaskan pernyataan-pernyataannya dalam bentuk tulisan dan kaset pidato,
hingga ia memiliki banyak pendukung dan berhasil menggulingkan pemerintahan
Syah Reza dan Iran berubah menjadi Repulik Islam Islam dengan Khomeini menjabat
sebagai pemimpin spiritual tertinggi Iran.
Khomeini memiliki konsep beranggapan
bahwa suatu negara Islam sebenarnya merupakan suatu kenyataan yang segera bisa
disepakati, khususnya di kalangan Syi’ah. Ini tercantum sebagai kalimat pembuka
dalam karyanya Hukumat-i Islam.Menurutnya, umat Muslim diwajibkan
untuk menaati ulul al-amri disamping Allah dan Rasul-Nya. Ini berarti diwajibkannya umat
Muslim membentuk pemerintahan, Oleh karena itu, menurutya tak ada gunanya suatu
peraturan tanpa adanya kekuasaan eksekutif yang memaksakan pelaksanaan hukum
Islam. Kewajiban membentuk negara dan pemerintahan Islam juga tampak dari
kewajiban menjaga integritas wilayah Islam. Bahkan fungsi dari sifat dan hukum
Islam dijadikannya dasar untuk mengelola urusan politik, ekonomi, sosial, dan
kebudayaan.
Negara menurut Khomeini merupakan
instrument bagi pelaksanaan undang-undang Tuhan di muka bumi.Kemudian salah
satu alternative yang dicanangkan oleh Khomeini dalam menanggapai permasalahan
diatas adalah dengan menerapkan konsep wilayah al-faqih (pemerintahan
faqih/ulama-ulama mujtahid) yang berada dalam bukunya, berjudul Tafsil
al-Syari’ah, berkaitan dengan konsep-konsep dasar pemikiran politik religius
Syiah, seperti : kesetiaan, imamah, dan taqlid. Oleh karena itu, kepemimpinan Islam
diwujudkan dalam imamah yang diwakili oleh para Rasul Allah dan para
imam yang harus dipatuhi oleh umat Islam. Selanjutnya ia menegaskan bahwa
selama keghaiban imam al-Mahdi, imamah dilanjutkan oleh kepemimpinan faqih.
Jadi, faqih atau muj’tahid memiliki hak memerintah sebagai wakil imam. Kemudian
dalam urusan keagamaan dan sosial politik, hubungan masyarakat dengan faqih
didasari oleh konsep taqlid, yakni mematuhi faqih seperti mematuhi imam.
Selain itu, sebagaimana pada pasal 5
konstitusi Iran mengenai Wilayah al-faqih menyatakan bahwa selama ghaibnya
Shaib Al-Zaman yaitu Imam Mahdi wilayah dan kepemimpinan umat beralih ke Faqih
yang adil dan shaleh. Selain itu, yang memahami benar keadaan zamannya serta
berani, cerdas, dan mampu memerintah serta diakui dan diterima sebagai pemimpin
oleh mayoritas rakyat.
Kemudian, penerapan konsep wilayah al-faqih di negara Iran
dapat dilihat sejak runtuhnya dinasti Syah. Sebagaimana diketahui, kepala
negara adalah Imam kedua belas yang selama masih ghaib diwakili oleh Faqih atau
Dewan Faqih (Dewan Keimaman). Kepala pemerintahan dipegang oleh seorang
presiden yang walaupun dipilih oleh rakyat tapi diangkat, dilantik, dan
diberhentikan oleh Faqih atau Dewan Faqih. Ketua kabinet (dewan
menteri-menteri) dipegang oleh perdana menteri yang dipilih, diangkat, dan
diberhentikan oleh Presiden, setelah mendapat persetujuan dari badan
legislative dengan demikian kabinet bertanggungjawab kepada badan legislative.
Selain itu, dikenal pula Dewan Pelindung Konstitusi, yang dewan ini disebut
juga sebagai Dewan Perwalian atau The Guardian Council of Constitution yang
bertugas mengawasi agar undang-undang yang dibuat oleh Dewan Pertimbangan
Nasional Iran tida bertentangan dengan ajaran islam dan konstitusi Iran.
2. Wilayah Faqih
Sebagaimana yang dijelaskan oleh
pembahasan sebelumnya, Wilayah Faqih yang dikemukakan oleh Khomeini bisa
menjadi salah satu alternatif dalam menerapkan pemerintahan Islam. Pada bulan
januari 1979, ketika masih di pengasingan di Neauphlele Chateau sebuah desa
kecil 30 km dari Paris, Imam Khomeini ketika ditanya tentang bentuk negara
Islam apa yang ia cita-citakan, lantas ia menjawab: “Seperti 10 tahun
pemerintahan Rasulullah SAW atau 5 tahun pemerintahan Imam Ali bin Abi Thalib”.
Kemudian, disisi lain diterimanya Konstitusi Iran melalui
referendum tanggal 2 dan 3 Desember 1979, Iran kemudian melangkah ke arah
normalisasi kehidupan politik. Konstitusi yang terdiri dari 175 artikel dibuat
berdasarkan hukum Islam yang ditafsirkan oleh sebuah Dewan Ahli dan telah
mendapat persetujuan dari Imam Khomeini. Ada lima lembaga penting di dalamnya,
yakni.
1.
Faqih
2.
Presiden
3.
Perdana Menteri
4.
Parlemen
5.
Dewan Pelindung Konstitusi.
Kekuasaan terbesar dipegang oleh
Faqih yang dipilih oleh Dewan Ahli dengan mengikuti syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat tersebut, diantaranya adalah ‘adalah (keutamaan dalam hal iman
dan akhlak yang memampukan ia menjauhkan diri dari dosa-dosa, faqaha (penguasaan
atas hukum fiqh islam), dan kafa’ah (keterampilan kepemimpinan).[16] Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan tidak
memenuhi syarat, maka wewenang Faqih akan dipegang oleh sebuah dewan yang
beranggotakan 2 sampai 5 orang Fuqaha. Adapun wewenang seorang Faqih,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Mengangkat Ketua Pengadilan
Tertinggi Iran
2.
Mengangkat dan memberhentikan
seluruh Pimpinan Angkatan Bersenjata Iran
3.
Mengangkat dan memberhentikan
Pimpinan Pengawal Revolusi (Pasdaran)
4.
Mengangkat anggota Dewan Pelindung
Konstitusi
5.
Membentuk Dewan Pertahanan Nasional
yang anggota-anggotanya terdiri dari Presiden, Perdana Menteri, Menteri
Pertahanan, KSAB, Kepala Pasdaran, dan dua orang penasehat yang diangkat oleh
Faqih.
Selanjutnya,
pemegang kekuasaan terbesar kedua dibawah seorang Faqih adalah Presiden yang
dipilih setiap empat tahun. Tugas-tugas pokoknya diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Menjalankan konstitusi Negara
2.
Menjadi Kepala Pemerintahan
3.
Mengkoordinasikan Ketiga Lembaga
Negara (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif)
Dalam hal ini, Presiden merupakan
pejabat tertinggi pemerintahan Iran dalam kaitannya dengan dunia luar atau
internasional. Presiden mendatangani seluruh perjanjian dan berhak mengangkat
Perdana Menteri setelah parlemen memberikan persetujuannya. Presiden dapat
meminta kabinet untuk bersidang kapan saja, langsung dibawah pimpinannya.
Kemudian, kekuasaan legislatif
dipegang oleh parlemen yang beranggotakan 270 orang yang dipilih secara bebas
dan rahasia oleh rakyat. Parlemen bertugas mengawasi, mengontrol, dan membahas
seluruh kebijakan pemerintah. Seluruh keputusan dan perjanjian nantinya yang
dibuat pemerintah harus mendapat persetujuan parlemen.
Disamping parlemen, terdapat sebuah
badan yang disebut Dewan Pelindung Konstitusi (Syura ne Gahdan) yang
beranggotakan dua belas orang. Enam orang anggotanya adalah para ahli hukum
(Fuqaha) yang diangkat oleh Faqih, sedangkan 6 orang lainnya terdiri dari ahli
hukum umum yang disuslkan oleh Dewan Pengadilan Tinggi Iran dan disetuji oleh
parlemen. Tanpa persetujuan Dewam Pelindung Konstitusi, seluruh kegiatan
parlemen tidaklah sah. Tugas utama dewan ini adalah melindungi Islam dan
konstitusi Negara Islam Iran. Dewan ini memiliki kekuasaan untuk menafsirkan
Konstitusi Iran dan bertugas melaksanakan referendum, pemilihan presiden, dan
pemelihan anggota parlemen.
Begitulah gambaran singkat sistem
politik Iran yang berdasarkan konsep Wilayah Faqih yang merupakan buah
pemikiran dan perjuangan Imam Khomeini. Iran merupakan sebuah prototipe yang
diciptakan oleh Imam Khomeini, sebagai jawaban dalam mencari sebuah gambaran
ideal bagi sebuah negara Islam.
3.
Penerapan Wilayah Faqih Dalam
Konstitusi Iran
Konstitusi Republik Islam Iran 1979,
barangkali menjadi satu-satunya Undang-Undang Dasar di dunia ini yang secara
eksplisit mencantumkan konsep-konsep wilayah faqih dari Ayatullah Khomeini. Bahkan, tidaklah berlebihan apabila
dikatakan bahwa konstitusi 1979 itu merupakan perwujudan dari gagasan Khomeini
kendati tidak sama persis. Akan tetapi, yang menarik gagasan-gagasannya tentang
otoritas faqih itu dimasukkan dalam konstitusi 1979 dalam waktu kurang dari
satu dekade sejak dipublikasikan pada akhir 1969 atau awal 1970, dimana secara
struktural “membawahi” seluruh lembaga baik legislatif, eksekutif, maupun
yudikatif.
Masuknya wilayah faqih dalam konstitusi
adalah sebagai indikator bahwa konsep tersebut bisa diterima oleh masyarakat
Syi’ah di Irak. Lebih
dari itu, dengan mendirikan pemerintahan islam di bawah naungan Imam telah
terwujud. Hal demikian, tidak lepas dari peran besar yang dimainkan oleh
seorang Khomeini, pendiri Republik Islam Iran. Akan tetapi, sebelum sampai pada
bagian-bagian penting dari konstitusi 1979 itu, ada baiknya sedikit disinggung
pandangan Khomeini tentang pengertian konstitusional dan negara hukum.
Menurutnya, negara islam adalah negara hukum dan pemerintahan islam adalah
pemerintahan konstitusional. Namun menurut pandangan Khomeini, pengertian
konstitusional dan negara hukum disini berbeda dengan apa yang selama ini
dikenal. Pengertian konstitusional selama ini adalah yang merujuk pada “hukum
yang disesuaikan dengan pendapat mayoritas”, tetapi hal tersebut tidak dikenal
dalam sistem pemerintahan islam.
Hal ini dikarenakan, dalam pemerintahan islam hukum sudah
ada, yakni dari Tuhan. Melihat hal ini, dengan kata lain Tuhan-lah pemegang
kekuasaan legislatif, disamping sebagai pemegang kedaulatan tertinggi yang
sebenarnya. Jadi, pemegang kekuasaan legislatif, bukan pada parlemen. Oleh
karena itu, dalam struktur politik Iran berdasarkan konstitusi 1979, posisi
tertinggi adalah Tauhid dengan pengertian bahwa seluruh sistem yang berlaku
dalam pemerintahan itu adalah dalam rangka mentauhidkan Sang Pemilik hukum dan
keadilan yang hakiki, yakni Allah SWT. Hal tersebut juga menjadikan seluruh
produk pemerintahan itu dilandasi dan dijiwai dengan nilai tauhid yang
sesungguhnya. Di bawah tauhid berturut-turut tercantum Al-Qur’an sebuah sumber
dari segala sumber hukum kemudian Nubuah yang berfungsi
memperjelas melalui kehadiran seorang nabi utusan Allah untuk mengawal hukum
dan kekuasaan Ilahi yang untuk menafsirkan dan melaksanakan hukum-hukum
tersebut, lembaga imamam-lah yang tampil ke depan. Sementara imamah telah
berakhir dan selanjutnya tugas tersebut dijalankan oleh wilayah faqih dan
dibantu oleh beberapa departemen (lembaga pemerintahan) yang kesemuanya
bertanggung-jawab kepada wilayah faqih.
Selanjutnya sesuai dengan tujuan
misinya, pemerintah islam memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
- Mempertahankan lembaga-lembaga
dan hukum islam
- Melaksanakan tatanan islam
- Membangun tatanan islam
- Memungut dan memanfaatkan pajak
sesuai dengan ajaran islam
- Menentang segala bentuk agresi,
mempertahankan kemerdekaan dan integritas territorial tanah islam
- Memajukan pendidikan
- Memberantas korupsi dan segala
jenis penyakitr sosial lainnya
- Memberikan perlakuan yang sama
kepada semua warga negara tanpa diskriminasi
- Memecahkan masalah kemiskinan
- Memberikan pelayanan
kemanusiaan secara umum
Berdasarkan
tugas dan fungsi seperti diatas, sudah terlihat jelas bagaimana fokus
pemerintah islam dibawah kekuasaan faqih itu terhadap masalah-masalah hukum dan
kemanusiaan, dimana kedua hal ini acapkalai terabaikan, justru pada
pemerintahan modern yang sering mengklaim dirinya sebagai pemerintah yang
dibangun diatas ketepatan hukum.
Atas dasar
suatu “reinterpretasi revolusi” dari konsep wilayah faqih dan konsep imamah
sebagai suatu prinsip kesinambungan kepemimpinan teokrasi maka ulama yang
memegang tampuk kekuasaan sebagai waliyu al-Amr dan jabatan
tertingginya diidentifikasikan sebagai kepemimpinan. Pasal II konstitusi 1979 misalnya,
menyebutkan Republik Islam sebagai suatu tatanan yang berdasarkan keyakinan
pada:
“(Pasal
I) : Tauhdi, Kemahakuasaan-Nya dan syariat-Nya hanyalah milik-Nya semata-mata
serta kewajiban mentaati pemerintahan-Nya…”
“(Pasal
5) :Imamah dan kelanjutan kepemimp-inan, serta peranan fundamentalnya demi kelanggengan
Revolusi islam.”
Draft pertama Konstitusi Republik
Islam Iran disusun pada Juni 1979 oleh Majlis Mu’assisan “Majelis
Konstitusi” yang dibentuk berdasarkan dekrit Ayatullah Khomeini. Para anggota “Majlis
Mu’assisan” yang kemudian diubah menjadiMajelis Khubregan (majelis
ahli) adalah satu diantara tiga lembaga tinggi negara yang dipilih langsung
oleh rakyat melalui pemilihan umum
C. NAMA GURU-GURU
DAN MURID-MURID IMAM KHOMEINI
1. Guru - Guru
a. Abdul Karim Hairi
b. Mirza Jawad Maliki Tabrizi
c. Muhammad Ali Syah Abadi
d.
Syaikh Abdul
Karim Yazdi, pendiri Hauzah Ilmiyah Qum
e.
Muhammad Ridha
Masjid Syahi Isfahani, pengarang Wiqāyah al-Adzhān
f.
Mirza Muhammad
Ali Syah Abadi
g.
Sayid Abul
Hasan Rafi'i Qazwini
h.
Sayid Ali
Yatsribi Kasyani
i.
Sayid Muhammad
Taqi Khansari
j.
Mirza Ali Akbar
Hikami Yazdi
k.
Mirza Muhammad
Ali Tehrani
2. Murid – Murid
a. Murtadha Muthahari
b. Sayid Ali Khamenei
c. Sayid Muhammad Husaini Behesyti
d. Akbar Hasyimi Rafsanjani
e. Abdullah Jawadi Amuli
f. Husain Nuri Hamedani
n.
Sayid Mahmud
Hasyimi Syahrudi
o.
Sayid Abbas
Khatam Yazd
D. KARYA-KARYA
IMAM KHOMEINI
a.
Kasyf Asrār
b.
Tahrir Wasilah
c.
40 Hadis
d.
Misbāhul
Hidāyah ila al-Khilāfah al-Wilāyah
e.
Kitab al-Bai' (5 jld)
f.
Kitab
al-Thāharah (4 jld)
g.
Wilāyat
al-Faqih
h.
Manāhaj
al-Wushul ila ‘Ilm Ushul (2 jld)
i.
Anwār
al-Hidāyah a-Ta'liqah ‘ala al-Kifāyah (2 jld)
j.
Shahifah Imām
(Shahifah Nur) (22 jld)
k.
Syarah Hadis
Junud Aql wa Jahl
l.
Adab al-Shalāt
m.
Sirr al-Shalāt
n.
Tafsir Surah
Hamd
o.
Jihād Akbar
p.
Syarah Du'a
Sahar
q.
Wasiat Nāmeh
Siyāsi Ilāhi
r.
Thalab wa
Irādah
s.
Rasāil (
mencakup beberapa risalah dalam Ilmu Ushul seperti "La Dharah wa la
Idhrar), Istishhāb, Ta'ādil wa Tarājih, Ijtihād wa Taqlid wa Taqiyah)
t.
Ta'liqat ‘ala
Syarh Fushush al-Hikam wa Mishbāh al-Uns
u.
Risālah Taudhih
al-Masāil
E. PENGARUH
PEMIKIRAN IMAM KHOMEINI
Pemikiran Imam Khomeini yang sangat populer adalah
tentang konsep Wilayatul Faqih dalam sistem pemerintahan Islam. Wilayatul Faqih
merupakan konsep yang menjadi ciri khas dalam pemikiran Muslim Syiah. Pemikiran
Wilayatul Faqih, menempatkan para imam maksum atau para faqih di posisi aparat
pemerintahan, orang-orang yang faqih (mumpuni) terhadap hukum Islam harus
menjadi dewan pengawas. Pemikiran politik Imam Khomeini mengenai Wilayatul
Faqih yang menjadi bagian terpenting dalam sistem politik Republik Islam Iran
ini memberikan tekanan pada imamah yang diartikan sebagai kepemimpinan agama
dan politik yang sekaligus disandang oleh faqih. Konsep Wilayatul Faqih ini merupakan
kelanjutan dari doktrin imamah dalam teori politik Syiah khususnya Syiah
Imamiyah Wilayatul Faqih bertujuan supaya hukum-hukum yang digunakan oleh
negara tidak keluar dari aturan Allah SWT.
Dampak dari pemikiran Imam Khomeini pada Republik
Islam Iran sekarang adalah dengan pengaplikasian konsep Wilayatul Faqih dalam
sistem pemerintahan Republik Islam Iran. Imam Khomeini menggabungkan konsep
pemerintahan agama dengan konsep-konsep demokrasi. Akan tetapi persfektif Imam
Khomeini tentang demokrasi berbeda dengan demokrasi murni dan demokrasi
liberal. Menurutnya kebebasan demokrasi harus dibatasi dan kebebasan yang
diberikan itu harus dilaksanakan di dalam batas-batas hukum Islam, yaitu bahwa
kedaulatan berada di tangan Allah SWT.
Menurut Imam Khomeini tanpa pengawasan dari Wilayatul Faqih, pemerintah akan
menjadi despotik . Jika pemerintahan itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan
jika Presiden dipilih tanpa arahan seorang faqih, maka pemerintahan itu tidak
sah. Bagi yang menerima istilah demokrasi, sistem pemerintahan Republik Islam
Iran diklasifikasikan ke dalam sistem demokrasi yang religius, apapun istilah
yang diberikan; baik istilah Teo-Demokrasi Maududi, Theistic Demokrasi Moh.
Natsir, Islamo-Demokrasi Nurcholis Madjid, Demokrasi Islam atau apapun yang
dilabelkan pada Iran, pada dasarnya adalah sama.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ayatullah al-Uzma Sayyid Ruhullah Al-Musavi
Imam Khomeini lahir di Khumyn pada tanggal 24 Oktober 1902 (20 Jamadi-al Tahni
1320 H), bertepatan dengan hari ulang tahun Hazrat Fatimah, putri Nabi Muhammad
SAW dan Istri Ali bin Abi Thalib (Imam Syi’ah Pertama). Khomein adalah dusun yang berada dekat Isfahan, di
Iran Tengah sekitar 300 kilometer selatan Teheran.
Khomeini memiliki konsep beranggapan
bahwa suatu negara Islam sebenarnya merupakan suatu kenyataan yang segera bisa
disepakati, khususnya di kalangan Syi’ah. Ini tercantum sebagai kalimat pembuka
dalam karyanya Hukumat-i Islam.Menurutnya, umat Muslim diwajibkan
untuk menaati ulul al-amri disamping Allah dan Rasul-Nya. Ini
berarti diwajibkannya umat Muslim membentuk pemerintahan, Oleh karena itu,
menurutya tak ada gunanya suatu peraturan tanpa adanya kekuasaan eksekutif yang
memaksakan pelaksanaan hukum Islam. Kewajiban membentuk negara dan pemerintahan Islam juga tampak
dari kewajiban menjaga integritas wilayah Islam. Bahkan fungsi dari sifat dan
hukum Islam dijadikannya dasar untuk mengelola urusan politik, ekonomi, sosial,
dan kebudayaan.
Guru-gurunya adalah Mirza Muhammad Ali Syah Abadi, Sayid Abul Hasan Rafi'i Qazwini,
Mirza Jawad Maliki Tabrizi, Sayid Ali Yatsribi Kasyani, dll. Murid-muridnya
adalah Yusuf Sanei, Sayid Ali Khomenei, Sayid Mahmud Hasyimi Syahrudi, Sayid Abbas Khatam
Yazdi.
Kitab-kitabnya antara lain
Kitab al-Bai' (5
jld), Kitab al-Thāharah (4 jld), Wilāyat al-Faqih, Manāhaj
al-Wushul ila ‘Ilm Ushul (2 jld), Anwār al-Hidāyah a-Ta'liqah ‘ala
al-Kifāyah (2 jld), dll.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kaff, 2004,
Muhammad Abdul Kadir, Kedudukan Wanita Dalam Pandangan Imam Khomeini
Ter. Dari “Makanah Al-Mar’ah fi Fikr al Imam al Khomeini”, Jakarta: Lentera
Basritama.
Amani, 2002, Wasiat Sufi Imam
Khomeini Kepada Putranya, Ahmad Khomeini, Bandung: Mizan.
SJ, Fadil &
Abdul Halim. 2011. Politik Islam Syi’ah dari Imamah hingga Wilayah Faqih.
Malang: UIN Maliki Press.
Komentar
Posting Komentar