POST TERBARU

Teknologi dalam Worldview Islam: Membumikan Pesan Illahi di Era Disrupsi (Abidah Khoirun Nizami)

  Teknologi dalam Worldview Islam: Membumikan Pesan Illahi di Era Disrupsi Pendahuluan Era disrupsi telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia. Perkembangan teknologi yang sangat pesat telah mengubah cara kita berinteraksi, bekerja, belajar, hingga beribadah. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), big data, dan blockchain menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun, di tengah kemajuan teknologi ini, muncul pertanyaan tentang bagaimana manusia, terutama umat Islam, harus menyikapi dan menggunakan teknologi dalam kehidupan mereka. Bagaimana kita bisa membumikan pesan Ilahi yang terkandung dalam ajaran Islam di tengah era yang penuh dengan tantangan ini? Dalam konteks ini, penting untuk melihat bagaimana worldview Islam—pandangan hidup yang dihasilkan dari keyakinan terhadap Tuhan dan wahyu-Nya—dapat memberikan landasan etis dan moral bagi penggunaan teknologi. Teknologi tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral dan spir...

Beginilah Dakwah : Antara Doktrin dan Realitas !



Jurusan           : Manajemen Dakwah
Matkul            : Filsafat Dakwah
NIM                 : 1154030001

Beginilah Dakwah : Antara Doktrin dan Realitas
           
            Doktrin berasal dari bahasa inggris yaitu doctrine yang berarti ajaran. Oleh karena itu, doktrin lebih dikenal dengan ajaran-ajaran yang absolut yang tidak boleh diganggu gugat. Pengertian yang sama juga dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu “ Doktrin adalah ajaran atau asas suatu aliran politik, keagamaan; pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, ketatanegaraan secara bersistem, khususya dalam penyususnan kebijakan negara”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa doktrin merupakan ajaran-ajaran atau asas untuk mendirikan suatu agama atau organisasi-organisasi yang ajaran-ajarannya bersifat absolut dan tidak bisa diganggu gugat.
            Sedangkan realitas atau kenyataan, dalam bahasa sehari-hari berarti “ hal yang nyata; yang benar-benar ada”. Dalam pengertiannya yang sempit dalam filsafat barat, ada tingkat-tingkat dalam sifat dan konsep realitas.
Sebut saja dia Akhi, mahasiswa tingkat 2 di salah satu universitas negeri di Bandung. Beberapa bulan terakhir, Akhi mulai beraktifitas dengan lembaga dakwah di kampusnya. Banyak yang berubah dari kesehariannya. Tidak hanya teman-teman, orang tua pun terutama Ibunya merasakan ada yang berbeda dari dirinya. Akhi yang kini, bukanlah yang dulu lagi. Akhi kini menjadi orang yang lebih rajin ke masjid untuk berjama’ah, lebih senang membaca Al-Qur’an, shalat malam dan puasa senin kamis tak pernah ditinggalkannya bahkan sudah menjadi kebiasaan rutinnya. Sekarang waktunya tersita habis mengejar kajian-kajian dan memperdalam wawasan keislaman. Tidak sampai disitu, Akhi kini sungguh berubah, pergaulannya sangat dibatasi. Kini Akhi hanya mau bergaul dengan mereka-mereka yang se-komunitas kajian dengannya. Akhi kini telah berubah menjadi manusia yang eksklusif yang cenderung menutup diri dari lingkungannya.
            Cerita singkat diatas, hanyalah sebagian kecil dari akibat doktrin dakwah dan termasuk cerminan realita yang terjadi dengan para aktivis dakwah sekarang. Di usia dakwah yang masih begitu hijau terkesan sangat eksklusifme yang kental. Fenomena eksklusif itu bukanlah lagi perkara aneh, tidak hanya dunia kampus tetapi juga terjadi di masyarakat. Doktrin dakwah kini merajalela dimana-mana, dengan adanya kajian-kajian Islam dan berpakaian yang sesuai syari’at islam menurut “mereka”. Semua ini berakar dari persepsi-persepsi tentang masyarakat yang selama ini dianggap tersesat pada kejahiliyahan modern. Hal tersebut kemudian menyebabkan banyak aktivis dakwah membangun tabir pemisah antara “mereka” dan lingkungan. Menjadikan “mereka” mendirikan komunitas suci sendiri, yang dihuni oleh manusia-manusia bak malaikat.
            Ketika seseorang telah bersinggungan dengan aktivis dakwah, entag kenapa kesan superioritas tiba-tiba melekat pada dirinya. Merasa seakan-akan yang tidak pantas berbuat salah dan dosa, dan tak ingin terinfeksi virus-virus  jahiliah modern yang melanda umat dewasa ini. Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana jadinya dakwah ini? Bagaimana sebagai aktivis dakwah di masyarakat kelak? Ketika seseorang penggerak dakwah membatasi dirinya dengan objek dakwah (mad’u), ketika aktivis dakwah terjebak doktrinan komunitas sucinya bagaimana kelak kita akan memperkenalkan dakwah kepada masyarakat. Bukankan sejatinya dakwah adalah bagaimana menyeru manusia ke agama Islam dengan benar. Bukan Islam untuk golongan atau Islam untuk komunitas.
            “ Orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Tapi orang yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar” ( Sayyid Quthub ).



Referensi
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online
Nasr, Sayyed Hosen. 2003. Islam, Agama, Sejarah dan Peradaban. Surabaya: Risalah Gusti



Komentar

POPULER

PENGAWASAN PELATIHAN DAKWAH

MAKALAH MINI : KOMUNIKASI DATA

HAKIKAT MANUSIA DALAM DAKWAH