BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Munculnya hakikat dakwah Islam, bahwa dakwah Islam adalah
menanamkan aqidah tauhid dalam konteks “hablumminallah” dan menegakkan keadilan
sosial dalam konteks “hablumminannas”, dan dalam actionnya adalah amar ma’ruf
nahi munkar, ialah ajakan untuk mengerjakan kebaikan dan kebajikan dan larangan
atau pencegahan melakukan keburukan dan kemunkaran. Dengan merealisasikan
hakikat amar ma’ruf nahi munkar ini dapat terbentuk moral dan spiritual bangsa
didataran bumi ini dalam bentuk kearifan-kearifan insan, agar manusia
mendapatkan kembali martabat kemanusiannya sebagai hamba Allah.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat manusia itu?
2. Bagaimana hakikat manusia dalam dakwah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Dakwah
Pengertian dakwah bagi kalangan awam disalahartikan dengan
pengertian yang sempit terbatas pada ceramah, khutbah atau pengajian saja.
Pengertian dakwah bisa kita lihat dari segi bahasa dan istilah. Berikut akan
dibahas pengertian dakwah secara etimologis dan pengertian dakwah secara
terminologis.
1.
Pengertian
Dakwah Secara Etimologis
Kata
dakwah adalah derivasi dari bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’aa yang
berarti memanggil, mengundang atau mengajak. Ism al-fa’ilnya (red. pelaku)
adalah da’I yang berarti pendakwah. Di dalam kamus al-Munjid fi al-Lughoh wa
al-a’lam disebutkan makna da’I sebagai orang yang memangggil (mengajak) manusia
kepada agamanya atau mazhabnya. Merujuk pada Ahmad Warson Munawir dalam Ilmu
Dakwah karangan Moh. Ali Aziz (2009:6), kata da’a mempunyai beberapa makna
antara lain memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan,
menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan
meratapi. Dalam Al-Quran kata dakwah ditemukan tidak kurang dari 198 kali
dengan makna yang berbeda-beda setidaknya ada 10 macam yaitu; mengajak dan
menyeru; berdo’a; mendakwa (menuduh); mengadu; memanggil; meminta; mengundang;
malaikat Israfil; gelar; dan anak angkat.
Dari
makna yang berbeda tersebut sebenarnya semuanya tidak terlepas dari unsur
aktifitas memanggil. Mengajak adalah memanggil seseorang untuk mengikuti kita,
berdoa adalah memanggil Tuhan agar mendengarkan dan mengabulkan permohonan
kita, mendakwa/menuduh adalah memanggil orang dengan anggapan tidak baik,
mengadu adalah memanggil untuk menyampaikan keluh kesah, meminta hampir sama
dengan berdoa hanya saja objeknya lebih umum bukan hanya Tuhan, mengundang
adalah memanggil seseorang untuk menghadiri acara, malaikat Israfil adalah yang
memanggil manusia untuk berkumpul di padang Masyhar dengan tiupan Sangkakala,
gelar adalah panggilan atau sebutan bagi seseorang, anak angkat adalah orang
yang dipanggil sebagai anak kita walaupun bukan dari keturunan kita. Kata
memanggil pun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia meliputi beberapa makna yang
diberikan Al-Quran yaitu mengajak, meminta, menyeru, mengundang, menyebut dan
menamakan. Maka bila digeneralkan makna dakwah adalah memanggil.
Definisi dakwah
dari literature yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah antara lain adalah:
Dakwah
adalah perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup
sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang
baik (Aboebakar Atjeh, 1971:6).
Dakwah
adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada
kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat
(Syekh Muhammad Al-Khadir Husain).
Dakwah
adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan
mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni).
Dakwah
adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara
yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan
kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin).
Dari
defenisi para ahli di atas maka bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah
kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara
bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran
Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia
dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim
Zaidan adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Setelah
kita ketahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan
dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa misi persuasive bukan represif,
karena sifatnya hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini
bersesuaian dengan firman Allah (ayat la ikraha fiddin) bahwa tidak ada paksaan
dalam agama. Maka penyebaran Islam dengan pedang atau pun terror tidaklah bisa
dikatakan sesusai dengan misi dakwah.
B.
Hakikat Manusia
1.
Pengertian
Manusia
Menurut
bahasa, manusia itu sendiri berasal dari kata “Nasia” yang artinya lupa.
Maksudnya adalah bahwa manusia hakikatnya lupa akan perjanjian dengan Allah
sewaktu di alam ruh. Dalam arti lain, hakikat manusia memang pelupa. Hadits
Rasul menjelaskan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Al-Qur’an
menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga macam istilah
yang satu sama lain saling berhubungan, yakni al-insaan, an-naas, al-basyar,
dan banii Aadam. Manusia disebut al-insaan karena dia sering menjadi pelupa
sehingga diperlukan teguran dan peringatan. Sedangkan kata an-naas (terambil
dari kata an-naws yang berarti gerak; dan ada juga yang berpendapat bahwa ia
berasal dari kata unaas yang berarti nampak) digunakan untuk menunjukkan
sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau sekelompok tertentu dari
manusia.
Manusia
disebut al-basyar, karena dia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu
disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai banii Aadam karena dia
menunjukkan pada asal-usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia bisa
tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya, dari mana dia berasal, untuk apa
dia hidup, dan ke mana ia akan kembali.
Penggunaan
istilah banii Aadam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasil evolusi
dari makhluk anthropus (sejenis kera). Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan
kepada Adam dalam al-Qur’an oleh Allah dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). Demikian
juga penggunaan kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu
menggunakan kata tunggal (anta) dan bukan jamak (antum) sebagaimana terdapat
dalam surah al-Baqarah ayat 35 :
“Dan Kami berfirman:
“Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang
yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 35)
Manusia
dalam pandangan al-Qur’an bukanlah makhluk anthropomorfisme yaitu makhluk
penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi manusia. Al-Qur’an menggambarkan
manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam
dirinya. Disamping itu manusia dianugerahi akal yang memungkinkan dia dapat
membedakan nilai baik dan buruk, sehingga membawa dia pada sebuah kualitas
tertinggi sebagai manusia takwa.
Al-Qur’an
memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia
yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal
manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan
Adam dan istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa
manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan
manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu
kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus
melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di
dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk
spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).
Karena
itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan
indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian
semulia itu . Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik
benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses
pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan
yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup
manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu
sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu
menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia
berkualitas mutaqqin di atas.
Gambaran
al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada
teori superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa
kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara
tentang kualitas jiwa manusia.
Menurut Freud,
superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga
pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran
dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui
superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah)
berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego
pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink,
intuisi, dan intelegensi ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama
bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran
pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak
terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat
manusia itu sendiri.
2.
Tugas
Manusia
Tugas
manusia di muka bumi berdasarkankan tuntunan Al-Qur’an setidaknya ada dua,
yaitu sebagai khalifah dan sebagai ma’bud. Dari dua tugas tersebut, dalam
perspektif filsafat dakwah, bisa ditarik suatu benang, bahwa tugas manusia
adalah sebagai subjek dakwah (da’i) dan objek dakwah (mad’u). karena pada
dasarnya da’i dan mad’u merupakan tugas manusia sebagai wujud dari perilaku
ma’bud pula, sebagaimana perintah Allah dalam firman-Nya dan sabda Rasulullah
saw yang pada intinya memerintahkan untuk melaksanakan dakwah, sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya.
3.
Subjek
Dakwah (Da’i)
Da’i/muballigh
adalah setiap orang yang mengajak, memerintahkan orang di jalan Allah (fi-Sabiilillah), atau
mengajak orang untuk memahami dan
mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW. Berhasil tidaknya
gerakan dakwah sangan ditentukan oleh
kompetensi seorang da’i, yang dimaksud dengan kompetensi da’i adalah sejumlah
pemahaman, pengetahuan, penghayatan, dan prilaku serta keterampilan yang harus
dimiliki oleh para da’i, oleh karena itu para da’i harus memilikinya, baik
kompetensi substantif maupun kompetensi metodologis.
4.
Objek
Dakwah (Mad’u)
Objek
dakwah (mad’u) ialah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia,
sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan Kami tidak
mengutus kamu, melainka kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (QS. As-Saba’: 28).
C.
Manfaat Dakwah bagi Manusia
1.
Kebutuhan
Manusia Kepada Dakwah Melebihi Kebutuhan Mereka Kepada Makanan.
Allah swt menciptakan manusia dengan sempurna (ahsana taqwim).
Dengan dibekali akal dan nafsu untuk menbedakan manusia dengan makhluk lain.
Allah swt telah mengilhamkan kepada manusia jalan yang baik dan jalan yang
fujur (sesat). Karena itulah manusia membutuhkan dakwah (nasihat orang lain)
agar tidak futur dalam menjalankan ketaatan kepada Allah swt karena perintah
Allah swt itu banyak dan berat sehingga manusia membutuhkan teman atau jamaah
yang saling mengingkan diantara mereka, begitu juga pada hakikatnya nafsu
manusia itu menyukai (condong) kepada hal-hal yang dilarang ( النفس تهوى ما
منع ) sebagaimana
firman Allah swt :
وتواصوا بالحق
وتواصوا بالصبر
“dan saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam
kesabaran.”
Manusia terdiri dari tubuh, akal dan hati. Tubuh membutuhkan
makanan untuk bisa tegak dan menjalankan aktivitas. Adapun akal harus
dimanfaatkan dengan banyak berfikir dan mentadabburi alam semesta ini. Dan hati
lebih dari itu semua , karena hati ini tempat dimana Allah memberikan hidayah
dan cahaya kepada manusia. Karena itu hati membutuhkan siraman dakwah sehingga
tumbuh subur iman (hidayah ) Allah swt. tanpa siraman dakwah, hati akan
mengeras dan mati. Sungguh indah ketika Allah menggambarkan bagaimana
kerasnya hati , firman Allah swt:
ثم قست قلوبكم
من بعد ذلك فهي كالحجارة أو أشد قسوة وإن من الحجارة لما يتفجر منه الأنهار وإن
منها لما يشقق فيخرج منه الماء وإن منها لما يهبط من خشية الله وما الله بغافل عما
تعملون
“kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan
lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu
keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur
jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa
yang kamu kerjakan.” (Qs. Albaqoroh :74)
Dari ayat diatas jelas bahwa ketika hati manusia menjadi keras,
maka ia tidak akan menerima kebenaran dan senantiaasa menjauhi kebenaran
tersebut, naudzubillah min dzalik.
2.
Dakwah
Melahirkan Kebaikan Pada Diri, Masyarakat Dan Negara
Miswan thohadi dalam bukunya “quantum dakwah dan tarbiyah”
mengatakan : “Dakwah Selain kewajiban syariat, dakwah juga merupakan kebutuhan
manusia secara universal. Artinya setiap manusia dimanapun ia berada tidak akan
pernah hidup dengan baik tanpa dakwah. Dakwahlah yang akan menuntun manusia
kepada kebaikan. Sedangkan menjadi ahli kebaikan adalah kebutuhan dasar setiap
orang. Maka jangan pernah terpikir sediitpun untuk menjauh dari dakwah dengan
alas an apapun. Justru ketika kita merasa kesulitan menjadi baik, maka dakwah
inilah yang akan membantu kita memudahkannya. Semakin kita merasa berat meniti
jalan islam, semakin besar pula kebutuhan kita terhadap dakwah. Ia melanjutkan,
dakwah adalah kebutuhan setiap manusia, terlebih bagi sang dai sendiri. Menjadi
sholih adalah kemestian atas setiap muslim dan menjadi dai adalah jalan yang
paling efektif untuk menjadi sholih. Para nabi dan rosul Allah adalah para dai
pejuang penegak agama Allah, disaat yang sama mereka juga harus mengamalkannya
dalam kehidupan nyata. Allah swt berfirman;
شرع لكم من
الدين ما وصى به نوحا والذي أوحينا إليك وما وصينا به إبراهيم وموسى وعيسى أن
أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه كبر على المشركين ما تدعوهم إليه الله يجتبي إليه من
يشاء ويهدي إليه من ينيب
"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang
telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu
orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya)." (assyura; 13)
ومن أحسن قولا
ممن دعا إلى الله وعمل صالحا وقال إنني من المسلمين (33) ولا تستوي الحسنة ولا
السيئة ادفع بالتي هي أحسن فإذا الذي بينك وبينه عداوة كأنه ولي حميم (34) وما
يلقاها إلا الذين صبروا وما يلقاها إلا ذو حظ عظيم (35)
“ siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku
Termasuk orang-orang yang menyerah diri?"dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba
orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi
teman yang sangat setia. sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.” (fushilat: 33-35)
Dari sini diketahui bahwa ketika kebaikan itu telah tertanam pada
tiap individu, kemudian dari individu ini melahirkan sebuah keluarga yang baik,
kemudian dari kumpulan keluarga akan melahirkan masyarakat yang baik, dan
tidaklah mustahil dari masyarakat-masyarakat yang telah tertanam ruh kebaikan
akan melahirkan negara yang baik pula.
3.
Dakwah
Menjadikan Manusia Menjadi Mulia
Firman Allah swt:
وأن هذا صراطي
مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصىكم به لعلكم تتقون (
الأنعام : 153 )
“dan inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah
engkau ikuti jalan-jalan lain, karena itu semua akan menyesatkanmu dari
jalanNya. Itulah yang telah diwasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa.” (al-an’am
: 153)
Dakwah dalam perspektif yang luas merupakan jalan untuk membangun
sistem kehidupan masyarakat yang mengarahkan umat manusia menuju penghambaan
totalitas dalam semua dimensi kehidupan mereka hanya kepada Allah swt. jika
prosesi ini berjalan dengan baik maka akan tercipta sebuah tatanan masyarakat
yang harmonis, yang menjunjung tinggi nilai kemuliaandan menghindarkann diri
dari prilaku keji yang berujung pada kehinaan. Jalan dakwah inilah yang telah
ditempuh oleh Rosulullah saw dan para rosul sebelumnya. Di atas jalan ini pula
mereka mengerahkan segenap potensi yang dimiliki untuk membangun kemulian umat.
Tetapi ketika manusia menjauhi dakwah islam, sehingga egoisme
menguasai seluruh elemen bangsa ini. Dimana pedagang hanya mementingkan
keuntungan perdagangannya, pegawi hanya mementingkan pekerjaannya, dan begitu
seterusnya masing-masing larut dengan urusannya tanpa mempedulikan kebaikan
orang lain. Egosime inilah yang telah mencabut rasa percaya satu sama lain di
antara warga masyarakat, yang memutuskaan ikatan kasih sayangantar anggota
keluarga, dan melemahkan ikatan kemanusiaan antar manusia. Padahal manusia
membutuhkan kerja sama untuk menghadapi
kesulitan-kesulitan dan problema kehidupan. Di sini, dakwah berperan memberikan
harapan akan lenyapnya egosime dari masyarakat kita.
Karena itulah Allah mensifati umat dakwah sebagai umat terbaik, karena menyuruh kepada
yang makruf dan mencegah dari yang mungkar demi kemuliaan hidup bersama. Firman
Allah swt:
كنتم خير أمة
أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ولو آمن أهل الكتاب
لكان خيرا لهم منهم المؤمنون وأكثرهم الفاسقون
“ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.(ali imron : 110)
Hanya dengan dakwah, manusia akan mencapai kemuliaan dan
kejayaannya seperti yang pernah tertoreh dalam tinta emas sejarah kemanusiaan.
Karena hal itu menunjukkan, bahwa mereka peduli dan menaruh perhatian besar
terhadap keadaan kehidupan di sekelilingnya demi kebaikan, kesejahteraan dan
kemuliaan hidup umat manusia.
4.
Dakwah
Adalah Jalan Menuju Bahagia
Orang-orang yang berjalan di atas dakwah akan merasa bahagia karena
mereka melaksanakan perintah Allah swt. Dengan dakwah hati manusia menjadi
tenang dan lapang, karena hidayah Allah swt. sebagaimana digambarkan Allah swt
dalam surat al-an’am ayat 125:
فمن يرد الله
أن يهديه يشرح صدره للإسلام ومن يرد أن يضله يجعل صدره ضيقا حرجا كأنما يصعد في
السماء كذلك يجعل الله الرجس على الذين لا يؤمنون
“ Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan
Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah
Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
Jiwanya tenang tidak gelisah, karena jiwa mereka terlepas dari
segala penghambaan syahwat dan dunia dan menundukkannya hanya kepada Allah swt
semata. Seperti yang ditulis fathi yakan di dalam bukunya “musykilatu al-dakwah
wa al-daiyah” : “para pelaku dakwah terbebas dari segala penghambaan dunia dan
syahwat, sehingga mereka tidak merasakan rasa bahagia kecuali dengan mentaati
Allah swt, tidak mengenal jihad (perjuangan) kecuali sebagai pintu menuju
kesyahidan dan pintu menuju syurga Allah swt dan memperoleh ridhonya. firman
Allah swt :
ولا تحسبن
الذين قتلوا في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربهم يرزقون، فرحين بما أتاهم الله
من فضله، ويستبشرون بالذين لم يلحقوا بهم من خلفهم ألا خوف عليهم ولا هم يحزنون،
يستبشرون بنعمة من الله وفضل وأن الله لا يضيع أجر المؤمنين.
“janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah
itu mati; bahkan mereka itu hidupdisisi Tuhannya dengan mendapat rezki.
mereka dalam Keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang
diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang
yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka,bahwa tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (ali imron
: 169-170)
Ayat diatas adalah hiburan bagi para dai yang berjuang di jalan
Allah swt karena Allah swt berjanji akan memberikan kebahagiaan kepada mereka
di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
5.
Tanpa
Dakwah Manusia Menuju Ke Jurang Kehancuran
Dakwah berarti menyeru atau mengajak manusia kepada suatu sistem
yang diridloi Allah swt, yaitu islam. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah swt.
dan Allah maha mengetahui mana yang terbaik untuk mereka dengan memberikan
kepada mereka rambu-rambu sehingga tercipta kehidupan yang teratur dan tenang.
Karena itulah Allah swt mengutus para rosul untuk menyampaikan risalahnya
kepada manusia. Supaya mereka berjalan di atas sistem yang telah Allah gariskan
bagi mereka. Tetapi ketika mereka tidak mau berjalan di atas sistem atau
menolak apa yang telah dibawa oleh para nabi dan rosul berarti mereka telah
menjeburkan diri mereka ke dalam jurang kehancuran. Sebagaimana firman Allah
swt :
واتقوا فتنة لا
تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة واعلموا أن الله شديد العقاب
“dan peliharah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang dzalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat
keras siksaan-Nya.” (al-anfal : 25)
Dalam sebuah riwayat dari zainab binti jahsy, ia bertanya, “wahai
Rosulullah saw apakah kita akan binasa padahal di tengah-tengah kita ada orang
– orang yang sholih? Rosulullah saw menjawab: “ya, apabila kemaksiatan telah
merajalela.”
Dakwah mutlak diperlukan manusia, terlebih mereka sekarang hidup
pada suatu masyarakat yang mengagung-agungkan kebebasan dan HAM (hak asasi
manusia). Pelaku-pelaku kehancuran berbagai macamnya berupaya untuk merobohkan
dan meruntuhkan nilai-nilai kebaikan. Sehingga kebebasan dan HAM dianggap sebagai simbol kemajuan, sedang
berpegang teguh terhadap ajaran agama dianggap sebagai keterbelakangan.
Dalam situasi (keadaan ) seperti ini, seandainya manusia menjauhi
dakwah; seakan tidak lagi membutuhkan dakwah, maka masyarakat tersebut telah
bersiap menuju jurang kehancuran. Begitu juga manusia sekarang hidup di masa,
dimana materi menjadi tujuan utama. Waktu (siang dan malam) mereka habiskan
untuk mengejar materi. Mereka lalai akan hakikat tujuan diciptakannya manusia. Banyak diantara mereka yang meninggalkan
perintah Allah swt terutama sholat dan menghalalkan apa yang dilarang Allah
swt demi mendapatkan materi. Padahal,
Hakikat kehidupan dunia hanyAllah sementara dan kenikmatan yang fana, sedang akhirat adalah negri abadi
selamanya. Keadaan seperti ini persis seperti yang pernah Rosulullah saw
perkirakan jauh-jauh hari ketika bersabda:
والله ، ما
الفقر أخشى عليكم، ولكني أخشى أن تبسط الدنيا عليكم كما بسطت على من كان قبلكم،
فتتنافسونها كما تنافسوها، فتهلككم كما أهلكتهم
“demi Allah ,tidaklah kemiskinan yang aku (Rosulullah saw )
khawatirkan menimpa kalian, tetapi aku khawatir dilapangkan (dibuka ) dunia
pada kalian sebagaimana yang perenah terrjadi pada uamat sebelum kalian.
Sehingga kalian berlomba-lomba (mengumpulkan dunia) sebagaimana mereka lakukan,
yang menjadi sebab kehancuran kalian sebagaimana mereka dihancurkan.”
6.
Dakwah
Sebagai Pembuktian Kesejatian Manusia
من المؤمنين
رجال صدقوا ما عاهد الله عليه فمنهم من قضى نحبه ومنهم من ينتظر وما بدلوا تبديلا
“diantara (sebagian ) orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; lalu diantara mereka ada
yang gugur, dan diantara mereka pula ada yang menunggu-nunggu, dan mereka
sedikitpun tidak merubah janjinya.” (al-ahzab : 23)
Dr. atabik luthfi mengatakan : “kata rijal yang tersebut dalam ayat
diatas, dan beberapa ayat yang lain dalam konteks dakwah mencerminkan sebuah
tanggung jawab, komitmen, kepekaan dan kepedulian. Justru hanya dengan dakwah
seseorang bisa mencapai derajat “ar-rujulah”, kelelakian sejati. Alqur’an telah
mengabadikan kisah kepedulian dan pebelaan tiga laki-laki terhadap dakwahk,
yaitu : seorang laki-laki dari keluarga yasin, seorang laki-laki dari keluarga
fir’aun dan seorang laki-laki dari ujung kota. Mereka mampu merasakan dan
menghadirkan diri di arena pembelaan dakwah di saat dakwah sangat
membutuhkannya.
Dalam sejarah peradaban islam, tidaklah para ulama dan tokoh-tokoh
islam dikenal kecuali karena mereka telah membuktikan diri mereka dimedan
dakwah dengan perjuangan dan pengorbanan yang begitu besar. Mereka telah
mengukir sejarah dengan darah dan tinta mereka demi tegaknya kalimatullah di
muka bumi. Karena itu benarlah bahwa dakwah adalah pembuktian kesejatian
manusia, karena orang yang berdakwah mampu memberikan yang terbaik untuk orang
lain.
7.
Dakwah
Adalah Investasi Amal Tanpa Batas
Rosulullah saw bersabda :
قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: «من دل على خير فله مثل أجر فاعله»
“barang siapa yang menunjukkan kebaikan , maka baginya pahala
seperti orang yang mengerjakannya.” Hr. abu dawud
Dari hadis diatas, diketahui bahwa orang yang senantiasa berdakwah
mengajak manusia untuk berbuat baik sesuai yang diajarkan islam berarti ia
telah berinvestasi untuk akhirat tanpa batas. Karena ia akan senantiasa mendapatkan
pahala orang yang mengerjakan ibadah lantaran dakwahnya kepada dia. Hadis
diatas dikuatkan dengan hadis yang diriwayatkan oleh abi hurairah, Rosulullah
saw bersabda:
عن أبي هريرة،
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: " إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من
ثلاث: صدقة جارية، وعلم ينتفع به، وولد صالح يدعو له "
“apabila manusia meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga
hal; yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendokan
orang tuanya.” (hr. tirmidzi)
Dakwah termasuk dalam kategori ilmu yang bermanfaat. Dakwah lebih
baik dari dunia, sebagaimana Rosulullah saw ketika berkata kepada Ali bin abi
tholib: “wahai ali, sungguh sekiranya
Allah member hidayah seseorang karena dakwahmu, itu lebih baik bagimu daaripada
unta merah.”(hr. bukhori muslim).
8.
Dengan
Dakwah Manusia Lebih Produktif Beramal Dan Tidak Egois (Individual)
وقل اعملوا
فسيرى الله عملكم ورسوله والمؤمنون
“katakanlah wahai muhammad, bekerjalah kalian, niscaya Allah swt
akan melihat amal kalian, begitu juga rosulNya dan orang-orang beriman.”
Pada hakikatnya dakwah bukanlah rantaian kata-kata yang tersusun
menjadi kalimat yang keluar dari lisan semata. Tetapi ia disampaikan dengan
lisan dan diwujudkan dengan amal nyata. Karena itulah Allah swt berfirman dalam
surat as-shaf :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ
اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (qs. Asshaf : 1-2)
Kalau kita melihat sirah Rosulullah saw. Beliau adalah teladan
dalam segala hal. Beliau adalah orang pertama kali yang melakukan sebelum ia
menyuruh umatnya untuk melakukannya. bahkan beliau lebih banyak mencontohkan
dengan amalnya. Sebagaimana yang pernah beliau lakukan ketika membangun masjid
kuba, beliau sendiri ikut serta dengan mengambil batu-batu untuk pondasi
masjid. Di perang akhzab ketika menggali parit, beliau juga yang menghancurkan
batu-batu yang besar dimana tidak ada sahabat yang sanggup menghancurkannya.
Inilah sebagian contoh bahwa dakwah melahirkan amal nyata. ada
suatu kaidah yang mengatakan “lisanul hal afsoh min lisanil maqol” perbuatan
itu lebih mengena dari pada perkataan. karena dakwah tidaklah menciptakan
manusia yang pandai beretorika dan berdebat, tetapi ia melahirkan generasi yang
bisa membuktikan iman yang menghujam di dalam hati dengan amal dan karya nyata.
9.
Dakwah
Adalah Lentera Hidup
Firman Allah swt:
أومن كان ميتا
فأحييناه وجعلنا له نورا يمشي به في الناس كمن مثله في الظلمات ليس بخارج منها
كذلك زين للكافرين ما كانوا يعملون
“dan Apakah orang yang sudah
mati kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang,
yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia,
serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali
tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu
memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.”
Imam syakuani menyebutkan di dalam tafsirnya : yaitu orang kafir yang Allah swt hidupkan
dengan islam. Dan cahaya adalah hidayah dan iman.
Begitu juga ia menebutkan sebuah syair berikut :
وفي الجهل قبل
الموت موت لأهله ... فأجسامهم قبل القبور قبور
وإن امرأ لم
يحي بالعلم ميت ... فليس له حتى النشور نشور
“kebodohan adalah kematian bagi seseorang sebelum ia mati. Tubuhnya
adalah kuburan bagi dirinya sebelum ia dikubur (di liang lahad)..sesungguhnya
manusia yang hidup tanpa ilmu adalah mayit, maka tidak ada baginya kebangkitan
sampai ia dibangkitkan”
Ia juga menyebutkan riwayat bahwa yang diberi cahaya adalah umar
bin al-khottob, sedangkan yang masih dalam kegelapan adalah abu jahl bin
hisyam. Karena Rosulullah saw pernah berdoa sebelum ayat ini diturunkan:
«اللهم أعز
الإسلام بأبي جهل بن هشام، أو بعمر بن الخطاب» .
“Ya Allah muliakanlah islam dengan ibnu hisyam atau umar bin
al-khottob.”
Ini menunjukkan bahwa dakwah adalah lentera (cahaya ) hidup bagi
manusia.sebaliknya tanpa dakwah manusia hanya akan hidup dalam kegelapan.
Karena itulah manusia tidak bisa hidup tanpa dakwah.
D.
Akibat Ketika Manusia tidak Didakwahi dan Tidak Melaksanakan Dakwah
Melihat dan mengingat pentingnya dakwah bagi manusia berdasarkan
hakikat manusia, hakikat dakwah dan teori kebutuhan manusia, maka akibat yang
akan diperoleh manusia apabila manusia tidak didakwahi atau dakwah tidak
dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a.
Karena
manusia pada hakikatnya pelupa, maka manusia akan tetap dalam kebodohan
terhadap akhlak dan moralitas sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyyah.
b.
Manusia
tidak akan dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya, yang memang sangat penting
kebutuhan itu terpenuhi.
c.
Cahaya
hati pada manusia selalu dalam keadaan berkurang
d.
Akal
tidak akan dipandu oleh pengetahuan-pengetahuan agama (syari’at Islam),
sehingga perilakunya cenderung mengikuti akal dan hawa nafsu.
e.
Eksistensi
Tuhan tidak akan dikenal oleh manusia,karena melalui dakwah para utusan-Nya lah
eksistensi Tuhan ada.
f.
Potensi
baik pada manusia yang Allah anugrahkan tidak akan termaksimalkan, malahan
potensi keburukan lah yang akan lebih menguasai, disebabkan oleh akal dan nafsu
yang membimbingnya.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Pengertian
Dakwah
Secara Etimologi, Dakwah berarti
Menyeru, mengajak, mengundang. Sedangkan secara terminologi, Dakwah berarti
menyeru manusia menuju jalan Allah.
2.
Pengertian
Manusia
Menurut bahasa, manusia berasal dari kata “Nasia” yang artinya
lupa. Maksudnya adalah bahwa manusia hakikatnya lupa akan perjanjian dengan
Allah sewaktu di alam ruh. Dalam arti lain, hakikat manusia memang pelupa.
Hadits Rasul menjelaskan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Ada dua aspek makna pentingnya
dakwah bagi manusia, yaitu:
a.
Memelihara
dan mengembalikan martabat manusia
b.
Membina
akhlak dan memupuk semangat kemanusiaan
3.
Fungsi
Dakwah bagi manusia, yaitu:
a.
Kebutuhan
Manusia Kepada Dakwah Melebihi Kebutuhan Mereka Kepada Makanan
b.
Dakwah
Melahirkan Kebaikan Pada Diri, Masyarakat Dan Negara
c.
Dakwah
Menjadikan Manusia Menjadi Mulia
d.
Dakwah
Adalah Jalan Menuju Bahagia
e.
Tanpa
Dakwah Manusia Menuju Ke Jurang Kehancuran
f.
Dakwah
Adalah Investasi Amal Tanpa Batas
g.
Dengan
Dakwah Manusia Lebih Produktif Beramal Dan Tidak Egois (Individual)
h.
Dakwah
Adalah Lentera Hidup
4.
Akibat
Ketika Manusia tidak Didakwahi dan Tidak Melaksanakan Dakwah
a.
Karena
manusia pada hakikatnya pelupa, maka manusia akan tetap dalam kebodohan
terhadap akhlak dan moralitas sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyyah.
b.
Manusia
tidak akan dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya
c.
Cahaya
hati pada manusia selalu dalam keadaan berkurang
d.
Akal tidak akan dipandu oleh
pengetahuan-pengetahuan agama (syari’at Islam), sehingga perilakunya cenderung
mengikuti akal dan hawa nafsu.
e.
Eksistensi Tuhan tidak akan dikenal oleh
manusia,karena melalui dakwah para utusan-Nya lah eksistensi Tuhan ada.
DAFTAR PUSTAKA
Miswan Thohadi , quantum dakwah dan tarbiyah, Jakarta:
al-I’tishom 2008.
Atabik Luthfi, Tafsir da’awi , jakarta: alitishom, 2011.
Fathi Yakan, musykilatu al-dakwah wa al-daiyah, beirut: muassasah
al-risalah thn. 1983.
Muhammad Albukhori, shohih bukhori. Mesir: dar al-hadis,
2004.
Sunan Abu Dawud, bab fi dal ala al-khoir,beirut: almaktabah
al-ashriyah.
Sunan tirmidzi, bab al-waqof, mesir: mustofa albabi
alhalabi.
Muhammad a-syaukani, fathu al-qodir, damaskus : dar ibnu
katsir.
Komentar
Posting Komentar